Bersaksi: Prinsip
dan Strategi Pelaksanaannya
Chlaodhius Budhianto, S.Th, M.Si
A.
Pendahuluan.
Dalam
lingkungan kehidupan Kristen, bersaksi atau mengabarkan injil (kabar baik),
merupakan suatu kata yang penting, bahkan amat penting. Bersaksi merupakan amanat Tuhan bagi setiap
pengikutnya, Sama seperti Allah telah mengutus Yesus, sekarang Yesus mengutus setiap pegikutnya untuk meneruskan tugas
perutusanya (Yoh. 20:21; Kis. 1: 8). Akan tetapi, tidak sedikit orang Kristen
yang menjadi alergi ketika diminta
melaksanakannya. Kenapa ? sebabnya ada dua. Pertama, banyak orang Kristen memahami pekabaran injil secara
berlebihan. Pekabaran injil dilihat sebagai kegiatan yang sama sekali terpisah
dari kehidupan keseharian kita, seperti bekerja, menuntut ilmu, mengasuh anak,
bergaul dengan teman-teman, dll. Sebagian dari mereka, melihat seorang Pekabar
Injil adalah orang yang diutus ke luar daerah atau keluar negeri untuk
mengabarkan injil kepada suku-suku
terasing atau orang-orang yang sama sekali belum pernah mendengar injil. Dan
orang yang mengabarkan injil, juga bukan sembarang orang; tetapi orang-orang
tertentu, yaitu orang-orang yang sudah ahli dalam agama Kristen seperti para
pendeta atau sarjana-sarjana teologi. Kedua,
sebagian lagi melihat kesaksian atau pekabaran Injil sebagai menyaksikan
pengalaman-pengalaman hidup yang luar biasa, seperti disembuhkan dari
sakit-penyakit yang menaun, tanpa dokter, terlepas dari beban berat yang menghimpit,
pengalaman diberkati, dll. Celakanya, kesaksian semacam ini dilihat sebagai
satu-satunya kesaksian yang paling benar, sehingga harus dijadikan model bagi
semua orang Kristen. Akibatnya, tidak sedikit dari orang Kristen yang takut
untuk bersaksi. Mereka merasa tidak punya pengalaman-pengalaman seperti
itu. Dan yang lebih celaka lagi, tidak
sedikit pula dari orang kristen yang kecewa kepada Tuhan, sebab merasa
dianaktirikan Tuhan.: “Kenapa Tuhan memberi pengalaman rohani yang hebat kepada
orang itu, dan tidak memberikannya kepada saya?”
Karena
gambaran-gambaran semacam itu, tidak mengherankan jika banyak orang Kristen,
menjadi sedikit alergi ketika mendengar kata-kata pekabaran Injil atau bersaksi.
Sekalipun orang Kristen menyadari bahwa pekabaran injil adalah tugas
perutusannya, mereka enggan untuk mengabarkan injil. Keengganan itu semakin
bertambah besar dengan adanya isu kristenisasi dan resiko yang harus ditanggung
akibat dari kegiatan PI.
Sebenarnya,
mengabarkan injil, tidak sesulit sebagaimana dibayangkan. Sebab, sesungguhnya
sangat dekat dengan kegiatan keseharian kita. PI dapat kita lakukan dalam
kehidupan keseharian kita. Ketika kita bekerja, menuntut ilmu, mengasuh anak, bergaul
dengan tetangga dll, kita bisa bersaksi. Sama seperti kegiatan-kegiatan kita lainnya, resiko memang selalu ada di
dalam mengabarkan Injil. Kalau kita mengendarai sepeda motor, apa resikonya ?
jatuh dan kecelakaan! Jika itu resikonya, apakah kita berhenti berkendara? Tentu tidak.
PI
akan menjadi sederhana, jika kita mau menempatkannya dalam kerangka tugas dan
perutusan Yesus yang diserahkanNya
kepada Gereja untuk diteruskan.
B.
Gereja
dan Kesaksiannya
“Gereja
bukan dari dunia, tetapi diutus ke dalam dunia.” Kalimat ini dengan tepat
mengungkapkan siapa sesungguhnya Gereja. Kalimat tersebut dengan gamblang mau
menjelaskan siapa sesungguhnya gereja. Ada dua hal yang mau dijelaskan. Pertama, gereja bukan suatu lembaga yang
berasal dari dunia ini. Gereja adalah persekutuan yang didirikan oleh Yesus
Kristus. Dialah pendiri, pemilik dan kepala Gereja yang satu-satunya.
Sentralitas Yesus inilah yang menjadikan persekutuan yang bernama Gereja itu
berbeda dengan LSM atau Partai Politik. Kedua,
Gereja dihadirkan oleh Tuhan bukan untuk dirinya sendiri. Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar
(eks=keluar; kaleoo=memanggil). Mereka disendirikan untuk menjalankan misi.
Misi berarti “tugas dan panggilan gereja, seluruh makna keberadaan
gereja dan kehadirannya di dunia, yang biasa disebut sebagai tridarma Gereja:
bersaksi, bersekutu dan melayani.” Bersaksi (marturia) berhubungan dengan aspek
ritual dan kesaksian terhadap dunia luar, bersekutu (koinonia) berhubungan
dengan aspek institusional dan pembinaan hidup bersama, sementara diakonia
berkaitan dengan aspek etis dan pelayanan social. Tridarma itu bagaikan
segitiga, yang ujung-ujungnya saling bertemu, sehingga salah satu dari,
ketiganya mencakup dua aspek lainnya. Di dalam aspek bersaksi, misalnya, ada
aspek melayani dan bersekutu.
Bersekutu
Melayani Bersaksi
Isi dari misi gereja adalah melanjutkan misi Allah yang dikerjakan
Yesus: “Bertobatlah karena
Kerajaan Allah sudah dekat” (Mat. 4:17). Tugas perutusan Yesus adalah tugas
perutusan yang rangkap: pembaharuan spiritual dan pembaharuan social. Sampai
saat ini, masih ada gereja (dan orang Kristen) yang tidak menyadari dimensi
rangkap dari perutusan Yesus itu, sehingga dalam menjalankan perutusannya
cenderung berat sebelah. Satu kelompok menekankan misi Yesus sebagai
misi “penyelamatan jiwa” secara individual. Inti dari kelompok ini amat
sederhana: “sekiranya semua orang bertobat dan menjadi murid Kristus, maka
semua masalahnya akan beres”.
Kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan, perang, tidak aka ada di dunia ini.
Kelompok lainnya, berpandangan bahwa misi Yesus adalah “misi penyelamatan
social.” Sekalipun “penyelamatan jiwa” tidak disangkal, kelompok kedua ini
lebih mengedepankan pembaharuan social. Bagi kelompok ini, selama struktur
masyarakat masih jahat, maka orang-orang yang secara individual baik, ia tidak
bisa berbuat banyak. Cepat atau lambat, ia akan berbuat jahat pula.
Kerajaan Allah, sebagai inti dari pemberitaan Yesus, perlu
dipahami sebagai pemerintahan Allah, di mana kuasa dan kehendaknya dilakukan.
Kerajaan Allah adalah sesuatu yang dinamis, dalam pengertian kuasa yang
menghidupkan (Mrk. 9:1), keadaan bahagia dan sejahtera (Mat. 8:11), tata tertib
yang baru (Mat. 5:19), sebagai suasana rohani (Lukas 9: 62) atau sebagai suatu
karunia (Luk. 12: 32).
Yesus menjadikan “kerajaan Allah” sebagai agenda dari pekerjaan
dan pelayanan-Nya (Luk. 4: 18-19) dan melihat karyanya itu sebagai perwujudan
dari Kerajaan Allah. Ketika Yohanes Pembaptis menyuruh murid-muridnya menemui
Yesus dan menanyakan tentang keberadaanNya, Yesus hanya mengajak mereka untuk
melihat apa yang ia lakukan: yang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang
kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada
orang miskin diberitakan kabar baik (Mat. 11:4-6). Dalam seluruh pelayananan
dan pengajaran Yesus, orang-orang yang tersingkir itu, diperhatikan dan
diperjuangkan nasibnya, sehingga mereka memperoleh kehidupan yang layak. Dalam
pengertian ini, Yesus adalah seorang aktifis social yang mereformasi kehidupan
sosial. Serentak dengan itu, Yesus juga menyerukan pertobatan. "Waktunya
telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada
Injil! Bertobat artinya berbalik dari hidup yang lama. Percaya artinya
menyerahkan diri kepada Allah.
Injil, atau kabar baik bahwa kerajaan Allah telah datang itu
bersifat menyeluruh. Injil yang menyelamatkan itu, tidak hanya menyelamatkan
jiwa; tetapi juga manusia secara social. Injil yang hanya menyelamatkan jiwa,
belum menjadi injil yang penuh. Begitu juga injil yang hanya menyelamatkan manusia secara social. Manusia membutuhkan
injil yang penuh itu, yaitu untuk hatinya, untuk perutnya, untuk diri
pribadinya, juga untuk seluruh konteks kehidupannya.
Apa arti dari hakekat gereja dan misinya itu bagi kesaksian ? itu
artinya gereja menjadi arena dimana injil diberitakan. Ya kesaksiannya, ya
persekutuannya, ya pelayanan sosialnya. Hal yang sama juga berlaku bagi setiap
orang Kristen. Seluruh kehidupan orang
Kristen adalah arena di mana Injil—seharusnya—disaksikan. Ini artinya, di dalam
pekerjaannya, di dalam studinya, di dalam hidup berkeluarganya dan di dalam
hidup bermasyarakat, setiap orang Kristen selalu membawa Injil, untuk
disaksikan kepada orang banyak.
C.
Prinsip-prinsip Dasar dalam Bersaksi
Hal
yang tidak kalah penting dalam bersaksi adalah prinsip. Terkadang orang Kristen
melalaikan hal ini. Entah karena tidak tahu atau karena terlalu bersemangat
dalam memberitakan Injil. Tidak sedikit orang Kristen yang berpendapat: “Pokoke memberitakan Injil.” Jika seperti
ini, akan timbul bahaya. Bisa-bisa Injil itu telah di discount. Dan yang paling berbahaya, Injil tidak lagi menjadi Injil
atau kabar baik, tapi menjadi kabar buruk.
1. Holistik (menyeluruh)
Sudah
dikatakan di depan, bahwa injil kerajaan Allah yang menyelamatkan itu, mencakup
dua aspek sekaligus: keselamatan spiritual-individual dan keselamatan social
material. Kita tidak boleh memberitakan salah satu dari keduanya. Beritakan dan
nyatakan Injil kerajaan Allab itu secara utuh dan menyeluruh. Holistik artinya melihat kebuluhan manusia
baik kebutuhan-kebutuhan individualnya maupun sosialnya. kebutuhan-kebutuhan
fisik, psikis maupun kebutuhan spiritualnya. Kebutuhan-kebutuhan sekarang di
bumi ini maupun nanti selelah mati. dan sebagainya. Jika injil tidak
diberitakan secara utuh, saya khawatir, kesaksian kita hanya akan mengajak
orang untuk mengikuti Yesus yang jauh, Yesus yang tidak menjawab
pertanyaan-pertanyaan dan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia yang nyata. Yesus
yang terasing tidak mempunyai makna bagi manusia di tengah konteks kehidupan
mereka yang nyata.
2. Injil tidak boleh di discount
Banyak
kalangan, mengatakan bahwa era sekarang adalah era pasar agama. Sekarang ini
agama-agama saling bertemu dan berlomba-lomba untuk menjadi agama yang pantas
“dibeli” oleh banyak orang, tidak terkecuali orang-orang Kristen. Sebagai orang
Kristen, apakah kita tidak menginginkan supaya banyak orang percaya kepada
Kristus ? keinginan semacam ini, sering menggoda para saksi kristus, untuk
menjadi salesman. Apa yang penting
bagi salesman ? Yang penting adalah
target, Yang penting bagi salesmen adalah produknya laris, laku di pasar. Oleh
karena itu, mereka berusaha me-masar-kan produknya semenarik mugkin. Kalau
perlu, data yang selengkap-lengkapnya tentang produk itu sengaja disembunyikan.
Yang diiklankan hanyalah yang baik-baik. Seorang salesman akan dianggap hebat
dan berhasil kalau ia berhasil menjual sebuah produk sebanyak-bayaknya,
walaupun produk itu sendiri banyak cacatnya.
Sebenarnya
ada kemiripan antara seorang pemberita injil dengan salesman. Sebagai pemberita
Injil, kita juga harus memberitakan injil dengan menarik. Orang tidak akan
tertarik kepada injil, jika cara kita memberitakannya tidak menarik. Jika kita
memberitakan Injil yang tidak relevan dengan apa yang dibutuhkan orang dan
tidak menjawab apa yang ditanyakan orang, maka orang lain tidak akan
memperhatikan apa yang kita beritakan.
Tetapi,
ada perbedaan yang amat penting antara pemberita injil dan salesman. Yang
paling penting dalam pemberitaan injil, bukanlah agar Injil itu diterima oleh
sebanyak mungkin orang, dan oleh karena itu, seperti iklan, injil kita poles
sedemikian rupa, kita discount supaya
laris. Yang paling penting dalam pemberitaan injil adalah INJIL itu sendiri.
Yang paling penting dalam pemberitaan injil adalah agar injil itu diberitakan
seluas-luasnya, dengan selengkap-lengkapnya, sebenar-benarnya dan
sejelas-jelasnya. Sebab, injil yang benar belum tentu memenuhi selera konsumen.
Beritakan injil dengan benar dan jelas, sekalipun orang nanti akan menolaknya.
Dalam memberitakan Injil, tidak ada discount,
tidak ada harga obral.
3. Bukan Kristenisasi
Karena
Pekabaran Injil bukan target oriented, maka
Pekabaran Injil bukan kristenisasi. Ukuran PI bukanlah seberapa banyak orang
yang berhasil kita kristenkan. Tujuan PI adalah memberitakan injil dengan jelas
dan benar—apapun hasilnya. Itu tidak berarti bahwa, kuantitas tidak penting.
Kuantitas tetap penting, tetapi kuantitas yang berkualitas. Pertambahan jumlah
orang Kristen yang tidak berkualitas hanya menambah statistic, tapi tidak
menambah apa-apa yang bermakna.
4. Integritas
Paulus
dengan tepat menggambarkan siapa sebenarnya saksi-saksi injil itu: “Karena
telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus” (2 Kor. 3:3). Dalam
pemberitaan Injil, orang mau melihat, apakah saksi-saksi injil itu, menghayati
injil atau tidak. Pemberitaan injil, dalah kesaksian yang otentik. Orang yang
cuma pintar memberitakan Injil, tapi dia sendiri tidak hidup dalam injil,
adalah batu sandungan dan kesaksian yang buruk bagi Injil. Mahatma Gandi,
pernah berkata “mengapa aku harus menjadi orang Kristen, padahal orang Kristen
tidak lebih baik dari orang-orang seagamaku? Padahal, Mahatma Gandhi sudah amat
dekat dengan Yesus. Ajaranya yang terkenal yaitu Ahimsa dan Satyagraha
diinspirasikan oleh Yesus, dan ketika ia ditembak mati di saku bajunya orang
mendapatkan tulisan Khotbah di Bukit. Jadi
integritas itu penting. Saksi-saksi Injil harus hidup dalam injil, hidup oleh
injil dan hidup untuk injil.
D.
Strategi
Kesaksian Kristen
Dimanapun
dan kapanpun kesaksian Kristen adalah tetap, yaitu memberitakan Injil Kerajaan
Allah. Tetapi, kesaksian kita itu, selalu punya alamat. Kita selalu bersaksi
pada alamat tertentu dan di dalam konteks ruang dan waktu tertentu. Oleh karena
itu, mengenali alamat adalah peting, sebab alamat akan menentukan bagaimana
kita bersaksi. Cara-cara bersaksi yang dikembangkan di Amerika dan berhasil di
sana; belum tentu sesuai dan berhasil untuk diterapkan di Indonesia. Pendek
kata, diperlukan cara-cara bersaksi yang berbeda-beda.
Dalam
konteks Indonesia, ada tiga strategi yang bisa kita kembangkan dalam
memberitakan injil:
1. Menjalin persahabatan dengan sebayak
mugkin orang
Bersahabat
dengan banyak orang, bukan alat/sarana dalam bersaksi, tetapi itu adalah
kesaksian kita. Bersahabat berarti kita membangun persaudaraan dan perdamaian
(yang merupakan dua pilar penting dalam kerajaan Allah) dengan orang lain. Kalau
kita mau bersaksi, jangan menciptakan tembok-tembok yang bisa memisahkan kita
dengan orang lain. Jika ini yang kita lakukan, jangankan bicara tentang injil,
mencoba mendekati dan menolong mereka saja, kita sudah dicurigai dan ditolak.
Situasinya akan berbeda ketika kita telah mengembangkan persahabatan dengan
mereka. Pengalaman saya dengan sahabat-sahabat saya yang non-kristen,
menunjukkan kalau mereka juga antusias untuk mendengarkan kesaksian-kesaksian
saya. Dan bahkan, mereka bersedia untuk saya doakan ketika mereka sedang
mengalami berbagai kesulitan. Tapi ingat menyaksikan injil kepada
sahabat-sahabat kita, harus disertai dengan rasa hormat kepada mereka.
Memberitakan
injil dalam persahabatan, mempunyai keuntungan dalam dua hal yaitu kita bisa
bersaksi lewat perbuatan dan bersaksi lewat perkataan. Persahabatan akan
memungkinkan kita untuk memahami sahabat-sahabat kita. Dalam bersahabat,
seringkali kita terlibat dalam sharing pengalaman dan sharing persoalan
kehidupan. Saat seperti ini merupakan saat-saat emas di mana kita bisa
menyaksikan iman kita, baik melalui perbuatan maupun perkataan.
2. Mengembangkan berbagai bentuk
pelayanan social
Sama
seperti persahabatan, pelayanan social juga bukan alat dalam bersaksi.
Pelayanan social adalah wujud kesaksian kita. Di dalam pelayanan social, perhatian
utama kita kita arahkan kepada mereka-mereka yang tersisih, yaitu orang-orang
yang miskin, orang-orang yang kelaparan, orang-orang yang diperlakukan tidak adil,
orang-orang yang dipenjara, dll. Kepada orang-orang seperti itu, injil perlu
diberitakan sebab kepada merekalah, kerajaan Allah pertama-tama dinyatakan oleh
Yesus (Luk. 4: 18- 19).
Di dalam pelayanan social kita memperjuangkan nasib orang-orang
yang tersisih dan dengan demikian kita berpartisipasi dalam menghadirkan
tanda-tanda kerajaan Allah, lewat mentrasformasikan kehidupan social, yang
seringkali tidak berpihak kepada orang-orang yang tersisih.
3. Membentuk jejaring
Di
banyak tempat di Indonesia, menjadi orang yang percaya kepada Kristus bukan
perkara yang mudah. Tidak jarang orang-orang yang percaya kepada Kristus, harus
menanggung resiko untuk diasingkan, diancam, dipecat dari pekerjaan, dimatikan
sumber-sumber penghasilanya. Menghadapi kenyataan seperti ini, kita tidak dapat
sekedar mengatakan bahwa itulah salib yang harus mereka pikul. Saksi-saksi
injil tidak bisa berkata seperti itu. Sekalipun orang-orang yang terancam itu
berada jauh dari tempat kita dan bukan hasil dari kesaksian kita, kita harus
berusaha membantu mereka, sebab disitulah makna persekutuan kita. Sebagai
saksi-saksi Kristus, kita tidak bisa bersikap egois.
Lalu
apa yang bisa kita lakukan ? disinilah pentingnya jaringan di antara sesama
orang Kristen dan gereja-gereja di Indonesia. Melalui jaringan yang kita
bangun, kita bisa membantu saudara-saudara kita yang jauh itu. Misalnya, ada
saudara-saudara kita yang terancam di daerah Sumatera, kita bisa bekerja sama
dengan gereja-gereja di Sumatera, untuk menolong mereka.
System
jaringan, juga akan mempermudah kita dalam memperluas dan mengefektifkan
wilayah kesaksian kita. Misalnya, kami, di GKJTU, terbeban untuk memberitakan
Injil di Mentawai. Kami tidak perlu mengirim utusan kami ke Mentawai. Kami
cukup bekerja sama dengan gereja di sana. Di Mentawai, kami mendukung gagasan
gereja Mentawai untuk mendirikan stasiun radio. Kami tidak perlu, megirimkan
tenaga kami ke sana. Apa yang kami lakukan adalah mendukung mereka dalam hal
pendanaan dan meghubungkan mereka dengan jaringan kami lainnya yang lebih
berpengalaman dalam bidang ke-radio-an. Kenapa ini kami lakukan ? itu karena kami
percaya bahwa injil akan lebih effektif jika diberitakan oleh orang-orang
setempat, sebab merekalah yang lebih tahu ‘wilayahnya’ sehingga lebih memudahkan
dalam menemukan metode yang paling tepat untuk mengabarkan injil di sana.
4. Bersaksi dalam hidup sehari-hari
Kehidupan sehari-hari adalah kehidupan yang paling dekat dengan
kita. Banyak orang melihat, kehidupan sehari-hari adalah kehidupan yang tidak
ada sangkut-pautnya dengan kesaksian. Padahal, dalam kehidupan sehari-harilah
kita punya banyak waktu untuk menyaksikan injil. Dalam kaitannya dengan hal
ini, saya teringat dengan sebuah buku dari seorang presenter terkemuka di
Amerika bernama Oprah. Dalam buku berjudul The
Gospel According to Oprah (Injil menurut Oprah), Oprah berbagi pengalaman bagaimana Injil dapat meringankan
berbagai masalah dalam hidup sehari-hari dan dalam bahasa sehari-hari pula.
Bagi Oprah mengkothbahkan Injil bukan berarti berbicara mengenai surge dan
neraka saja, tetapi juga mengajarkan bagaimana seorang Ibu dapat mengatur
lemari pakaiannya, dll. Dalam hal ini, kita juga bisa mengabarkan Injil lewat
cara mengatur keuangan keluarga kita, memanfaatkan waktu kita, mendidik
anak-anak kita, bersaksi juga bisa kita lakukan pada saat bekerja, dll.
Penutup
Bersaksi adalah tugas semua
orang percaya. Bersaksi tidak menjadi hak khusus para pendeta, maupun para ahli
teologi. Menjadi saksi Kristus, bisa dilakukan oleh siapa saja. Bersaksi juga
bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, sebab ketika kita menyadari bahwa
kita semua adalah ‘surat-surat Kristus’ maka hidup kita sendiri adalah
kesaksian yang hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar